Hukum Pembayaran dengan Balance PayPal dalam Islam, Halalkah?

Hukum Pembayaran Via PayPal dalam Islam, Halal dan bolehkah? Atau Haram?

Fakta PayPal

PayPal adalah nama sebuah perusahaan yang berpusat di San Jose, California (AS), yang notabene menyelenggarakan jasa perantara pembayaran dan transfer uang secara elektronik (online) dalam cakupan internasional.

PayPal juga menyediakan jasa untuk para pemilik situs e-commerce, lelangan, dan jenis usaha lain. PayPal melayani transaksi secara global di banyak negara dengan berbagai macam mata uang (currency). (http://en.wikipedia.org/wiki/PayPal).

Untuk dapat menggunakan jasa PayPal, seseorang harus mendaftar atau membuat akun Paypal secara online, yang harus diaktivasi melalui konfirmasi e-mail. Pendaftaran ini sifatnya gratis. Setelah mempunyai akun Paypal, seseorang sudah dapat melakukan pembayaran atau penerimaan uang melalui PayPal, tapi sifatnya terbatas, yaitu maksimal $100 US (seratus dolar AS) saja.

Untuk transaksi di atas $ 100 US, seorang pemilik akun PayPal harus mempunyai dana saldo (balance) yang terhubung dengan PayPal, bisa berupa rekening bank lokal (Indonesia), misalnya BCA, berupa kartu kredit, atau berupa VCC (Virtual Credit Card), yaitu kartu kredit virtual yang dapat dibeli secara online dari penyedia VCC dengan harga tertentu (sekitar Rp75.000 hingga Rp100.000) dengan masa berlaku ada yang 1 tahun, sampai ada yang beberapa tahun. Untuk tiap transaksi pembayaran atau transfer, PayPal memungut fee (uang jasa) dari para penggunanya dalam jumlah tertentu.

Hukumnya dalam Islam?

Setelah mempelajari manath (fakta hukum) PayPal di atas, menurut kami pada dasarnya hukumnya mubah membayar atau mentransfer uang melalui PayPal, dengan syarat transaksinya hanya melibatkan satu jenis mata uang (currency) saja.

Kalau melibatkan dua jenis mata uang, contohnya seseorang di Indonesia membeli buku di Amazon.com dalam mata uang dolar, sementara dia hanya mempunyai mata uang rupiah dalam saldonya (balance), maka hukumnya haram. Dana saldo (balance) juga harus disimpan/dimiliki oleh pihak pembeli secara sah menurut syariah, karena haram hukumnya menyimpan/memiliki saldo di rekening bank lokal konvensional atau dalam kartu kredit.

Bolehnya menggunakan PayPal sebagai perantara pembayaran atau transfer, didasarkan pada bolehnya akad wakalah bil ujrah (perwakilan dengan upah/fee). PayPal dapat dikategorikan sebagai wakil dari pembeli atau pengirim uang untuk melakukan pembayaran atau tranfer uang kepada pihak penjual atau penerima uang di luar negeri.

Jadi dalil bolehnya PayPal adalah dalil umum yang membolehkan akad wakalah dengan upah. Syaikh Wahbah Zuhaili berkata, ”Wakalah hukumnya sah baik dengan upah maupun tanpa upah. Sebab Nabi SAW dulu pernah mengutus para amilnya untuk menerima zakat dan memberikan upah kepada mereka.” (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 5/691).

Namun jika pembayaran atau transfer via PayPal melibatkan dua jenis mata uang, hukumnya haram. Karena dalam transaksi ini telah terjadi penggabungan dua akad dalam satu akad. Dua akad itu adalah akad wakalah dan akad penukaran mata uang (sharf, currency conversion). Ini haram berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud RA, dia berkata, ”Nabi SAW telah melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin wahidah).” (HR Ahmad, Al Musnad, 1/398).

Menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani, yang dimaksud dua kesepakatan dalam satu kesepakatan adalah adanya dua akad dalam satu akad (wujuudu ‘aqdaini fi aqdin wahidin). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah al Islamiyyah, 2/305).

Para pengguna PayPal haram hukumnya menyimpan/memiliki saldo (balance) di rekening bank lokal konvensional atau dalam kartu kredit. Sebab mereka akan terlibat bunga yang merupakan riba yang diharamkan.

Tetapi, kalau para pengguna PayPal itu menggunakan jasa Paypal, hukumnya tetap sah, meski mereka berdosa besar karena terlibat riba. Hal ini karena syarat yang batil dalam suatu akad yang sah, tidak mempengaruhi keabsahan pokok akad itu sendiri. (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 3/53).  

Wallahu a’lam

(Ustadz Shiddiq al Jawie)

Sumber gambar: Entrepreneur.com