Berapa Lamakah Jangka Waktu Syirkah? Sampai Kapan?

Pertanyaannya
Berapa Lamakah Jangka Waktu Syirkah?

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Bagaimana kondisi Anda syaikhuna al-fadhil dan ‘alimuna al-jalil? Saya memohon kepada Allah agar berada pada keadaan yang terbaik.

Pertanyaan saya: Pertama, apakah asy-syarik (mitra syirkah) bisa keluar dari syirkah kapan saja ia inginkan? Perlu diketahui bahwa ada jangka waktu tertentu yang disepakati sebelumnya yaitu satu tahun. Mohon disertai rincian dan dalil-dalil, semoga Allah memberkahi Anda.

Semoga Allah menolong Anda dan memberikan kemenangan melalui tangan Anda. Semoga Allah mempersiapkan ahlu nushrah untuk Anda sebagaimana dahulu Allah menyiapkannya untuk kekasihNya al-Mushthafa saw.

Jawabannya

Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Syirkah secara bahasa adalah percampuran dua bagian atau lebih di mana tidak bisa dibedakan lagi satu dari yang lain. Syirkah secara syar’iy ialah akad antara dua orang atau lebih yang bersepakat di dalamnya untuk melakukan aktivitas keuangan dengan maksud memperoleh profit

Akad syirkah mengharuskan adanya ijab dan qabul secara bersama, seperti semua akad lainnya. Ijab adalah salah satu pihak mengatakan kepada pihak lain aku bersyirkah denganmu dalam hal demikian, sementara pihak lain mengatakan aku terima… Akan tetapi akad itu harus mengandung arti  berserikat atas sesuatu.

Syirkah hukumnya mubah (boleh). Rasulullah SAW diutus dan masyarakat bermuamalah dengannya kemudian Rasul SAW menyetujuinya. Maka persetujuan beliau SAW terhadap muamalah masyarakat itu merupakan dalil syar’iy atas kebolehannya. Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW beliau bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا»

“Sesungguhnya Allah berfirman: “Aku menjadi pihak ketiga dari dua orang yang bersyirkah selama yang satu tidak mengkhianati yang lain, dan jika dia mengkhianatinya maka Aku keluar dari keduanya.”
    Penyebutan jangka waktu dalam akad syirkah bukanlah sebuah keharusan. Syirkah tidak perlu jangka waktu dalam pengakadannya. Akan tetapi, syirkah itu terakadkan dan tidak ada kemajhulan di dalam akadnya, sehingga memerlukan penentuan jangka waktu seperti ijarah misalnya.

    Adapun ijarah menjadi majhul jika tidak disebutkan jangka waktunya, sehingga tidak terakadkan (dengan sempurna) kecuali disebutkan jangka waktu, baik jangka waktu saja terpisah dari lainnya harian, bulanan, tahunan… ataupun berkaitan dengan pekerjaannya sendiri misal ijarah membangun dinding, atau menggali sumur sehingga jangka waktunya berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan.

    Pembubaran syirkah bergantung pada keinginan para syarik. Dua orang syarik yang mengakadkan syirkah atas aktivitas tertentu, bisa membubarkan syirkah itu kapan saja. Di dalam Kitab Nizham al-Iqtishâdiy disebutkan sebagai berikut:
      Jika salah seorang dari kedunya meninggal dan ia memiliki pewaris yang rasyîd (tidak lemah akal), maka pewarisnya itu berhak menggantikannya di dalam syirkah dan mengizinkan mitra syirkahnya dalam melakukan tasharruf. Pewarisnya itu juga berhak meminta pembagian. Jika salah seorang dari kedua mitra syirkah meminta pembubaran (fasakh), maka bagi mitra syirkah lainnya wajib memenuhi permintaan itu.

      Jika mitra syirkah itu banyak dan salah seorang dari mereka meminta pembubaran, sementara yang lain ingin mempertahankan, maka syirkah yang ada dibubarkan dahulu, kemudian diperbaharui diantara yang masih bertahan. Hanya saja, haruslah dibedakan antara syirkah mudharabah dengan lainnya.

      Dalam syirkah mudharabah, sekiranya pengelola meminta aset syirkah dijual, sementara pemodal (shahibul mal) meminta pembagian, maka permintaan pengelola yang dipenuhi. Karena, haknya ada dalam laba, sementara laba itu tidak akan tampak kecuali dalam penjualan aset. Sedangkan dalam jenis syirkah lainnya, kalau salah satu meminta dibagi dan yang lain meminta dijual, maka yang dipenuhi adalah permintaan dibagi, bukan dijual).

      Ini yang kami tabanni dalam hal terakadkannya syirkah tanpa disebutkan jangka waktu. Dimana jangka waktu itu bukan keharusan untuk keabsahan aqad syirkah.

      Adapun jika disebutkan jangka waktu di dalam syirkah tersebut, maka ini telah diperselisihkan oleh para fukaha. Anda boleh bertaklid kepada mujtahid yang ijtihadnya menenteramkan Anda dalam masalah tersebut. Saya kutipkan pendapat sebagian mujtahid mu’tabar dalam masalah tersebut:
        Pertama. Boleh ditentukan jangka waktu mudharabah menurut hanafiyah dan hanabilah. Yaitu ditentukan jangka waktu untuk syirkah mudharabah. Dan kalau berakhir jangka waktu itu selesailah syirkah itu.

        Kedua. Malikiyah dan syafi’iyah berpendapat bahwa mudharabah tidak menerima penentuan waktu. Karena hukumnya seperti yang dikatakan oleh malikiyah: tidak ada jangka waktu. Masing-masing dari keduanya boleh meninggalkannya kapan saja ia hendaki. Dan karena penentuan jangka waktu –seperti yang dikatakan syafi’iyah- menyebabkan kesempitan terhadap pengelola dalam aktivitasnya. An-Nawawi menyebutkan di Raudhah ath-Thalibin: tidak dijadikan patokan di dalam al-qiradh “mudharabah” penjelasan jangka waktu.

          Saudaramu,
          Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah - 12 Rabiuts Tsani 1435 H (12 Februari 2013 M)

          Sumber Gambar: Abu Fawaz's Blog